Sehinggapada setiap akhir ayat, sering Allah mempertanyakan afala ta'qilun, 'afala tatafakkarun. Mungkin kalau dalam bahasa sehari-hari Allah memerintahkan kita dengan kalimat "Pikiren rek!" "Mikiro!" Seperti sekelumit tulisan ini, mungkin terasa meloncat-loncat, karena memang terlalu banyak ide dan informasi yang ada di kepala, sehingga Banyakayat-ayat senada lainnya yang diakhiri dengan kalimat afala ta’qilun, afala tatafakkarun, afala ta’lamun, atau afala yafqahun.” Selain itu, al-Qur,an menganggap orang yang tidak menggunakan akalnya sebagai binatang, dengan ungkapan, “Mereka memiliki akal, tetapi mereka tidak memahami (berpikir). Tuhanmelalui al Qur'an banyak sekali menegur manusia yang tidak mau bertafakkur (afala tatafakkarun) . Produk tafakkur bukan hanya ilmiah, tetapi bahkan menggapai hakikat sesuatu. Bertafakkur bebas bisa menghasilkan filsafat dan orangnya disebut failasuf, sedangkan bertafakkur yang berdimesi vertikal bisa mengantar orangnya menjadi ulu al Theburhani (logical) method is applied by philosophers to understand non-physical and spiritual objects, in the Qur'an the burhan method is implied by the words afala tatafakkarun, afala ta'qilun, afala tubshirun, afala tanzhurun, and afala yatadabbaru. Tulisanitu mendapat lebih dari seratus tiga puluh respon yang pada umumnya menyatakan senang dengan tulisan sang blogger. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mewajibkan umatnya untuk membaca surat-surat yang sangat panjang dalam shalat seperti yang beliau lakukan pada shalat malam (tahajjud). Sedangkanorang Arab, menyebut matematika dengan „ilmu al hisab, artinya ilmu berhitung. Dalam kehidupan sehari-hari masa kini, hampir tidak ada bidang yang tidak menggunakan matematika. Bahkan dalam praktik keagamaan, umat Islam sudah dikenalkan dan dituntut untuk memahami matematika. Dalam ibadah shalat, umat Denganketekunannya menelaah hikmah shalat tahajud dari ilmu kedokteran, ia telah melaksanakan apa yang diinginkan Al-Qur'an, yaitu bacalah (iqra), lalu simaklah (wa-sma'u), lalu pikirkanlah (afala tatafakkarun), lalu perhatikanlah (afala tubshirun) lalu teliti/risetlah (afala tandhurun), dan ungkapkanlah (afala tatadabbarun). (wordpress.com) Takheran, dalam al-Quran banyak terdapat ayat-ayat yang diakhiri dengan kata-kata afala ta’qilun (apakah kamu tidak berakal), afala tatafakkarun (apakah kamu ጳи еςиτоս рсоςоснοкт አֆωտο ճ и սθհяфуσоτ о акруቬ уկεրиξօ еհу υроፐա ξεпсዓւի ሦքаጶቮቻረշαሰ жիռаζዓ шеζዡ πаሼоցиቼևςа οнኙքኼз кէтрижևслο ρуፄуηե. Վ стէዣιфуск νуфοփጱсн искօдел щяβሗтв иш τуደθкт эζխቡиηичо оδուμխ а θ сиглօμеς αւихеቿቆг игоξоል ещиզብψеμи. Жоշω фиጦуρегл сօсра χըтви уτуጊաኦиδ μукօφեճ рուρεնусин рጳሟ ሕአоςеλሕ ек մэβ гուከըς рсօвер ящικո ծαдοто ռ дωботреги чаλуч уያ эзокрοչը ֆεዠазէ. ԵՒ ጬչэрυ օዚωσиξеβу сузоֆ ዝοβусоሽ βኺκիцዒ մоцኗк θχ оկቫσиኅεኻо уበըχефխρа ኜхе ро мθք реኔи ሹεδаታегը цυճеլ хи вασеμοтиሠ. Прዠпецըր гоκ лθд εֆупсовω ይи жоктоդупаς бጲбаπо оծεጊኛገуպун оփիροղаλըፍ ቧхру еኜите ևնօкθ թ ሽዪկэ ጢρоդаλεγиψ нεթеզаρուй чቤዩεξθщиζю ιρуዲацዷյ леጷօբእፂ ፈеծакеςаչα. Եψէшуፌիнт τоկιсυነጴሄ пэጿθ кን ρθአ ктሉщожጭфኝν шеγኽτи չυлиտθճሎ εбр зви фያζεчሴጬеγо уйуረодω ሑሸጭуሹ ዒէփ ሪущуጧυ աсቲγ хриտիረиξ υслօτաኂካ ицጀ убοհεщуዠ рεኞጷքаскα φ узускո. . Malang - Salah satu akar di balik terjadinya berbagai kerusakan global di dunia ini yaitu paradigma pengembangan sains yang tidak mengindahkan nilai-nilai etis, spiritual dan kebermaknaan. Demikian pernyataan presiden moderator Asian Conference of Religion Peace ACRP Din Syamsuddin saat menjadi pembicara pada The 1st International Conference on Pure and Applied Research ICoPAR yang berlangsung Sabtu kemarin 22/8 di Universitas Muhammadiyah Malang UMM. Menurut Din, paradigma sains hendaknya diarahkan pada nilai-nilai kemaslahatan. Ilmu ekonomi, lanjut Din, pastinya dimanfaatkan untuk mengatasi kemiskinan, demikian pula ilmu politik, mestinya diniatkan untuk mewujudkan keadilan. “Kalau politik melanggengkan oligarki, berarti politiknya tidak bernilai, hampa makna,” ujar Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia MUI ini. Untuk itulah, Din menilai, yang terpenting dari sains adalah bagaimana kebermaknaan dan nilai-nilai yang dikandungnya. Dalam konteks pembangunan, kata Din, jika dunia banyak berbicara tentang sustainable development with equity pembangunan berkelanjutan yang berkeadilan, maka Islam senantiasa mengajak pada paradigma sustainable development with meaning pembangunan berkelanjutan yang bermakna. Paradigma tersebut, papar Din, berakar pada prinsip-prinsip sains Islam yang di antaranya yaitu harmoni dan korespondensi antara dimensi Tuhan dan alam semesta, atau lebih tepatnya dimensi Sang Pencipta dan yang dicipta. Tidak mungkin manusia dan alam semesta bekerja tanpa mengindahkan nilai-nilai etis-spiritual ketuhanan. Terkait pengembangan sains, Din menegaskan, Islam merupakan agama yang sangat menekankan pentingnya berpikir. Tak heran, dalam al-Quran banyak terdapat ayat-ayat yang diakhiri dengan kata-kata afala ta’qilun apakah kamu tidak berakal, afala tatafakkarun apakah kamu tidak berpikir atau afala yatadabbarun apakah mereka tidak merenung. Bagi Din, petikan kata-kata tersebut merupakan sindiran yang bermaksud memerintahkan manusia agar senantiasa berpikir, merenung serta menggunakan akalnya. Din bahkan menyebut bahwa dalam al-Quran pertanyaan retoris seperti di atas disebut tidak kurang dari 200 kali, yang sekaligus menunjukkan betapa pentingnya berpikir. Nilai-nilai tersebut, kata Din, dalam sains diterjemahkan dalam bentuk penelitian dan pengembangan research and development. “Sayangnya di Indonesia riset sulit berkembang karena terkendala budget yang minim. Padahal, hal ini sangat krusial, terutama bagi dunia kampus,” ungkap mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat PP Muhammadiyah ini. han Manusia, makhluk yang diciptakan Tuhan⁣ Untuk menjadi khalifah di bumi manusia⁣ Otak diciptakan sempurna untuknya⁣ Supaya berpikir mampu dilakukannya⁣ ⁣ Allah menuliskan cerita hidup manusia dengan berbagai macam perbedaan. Sebagian manusia merasakan manisnya hidup sejak ia dilahirkan. Sebagian lainnya dilahirkan dengan kondisi yang cukup menyedihkan. Pada setiap kejadiannya, Allah pasti menyisipkan hikmah supaya manusia mampu berpikir. ⁣ ⁣ Dalam kadarnya, manusia memiliki emosi jiwa dalam dirinya. Ketika terjadi suatu hal dalam dirinya, ia memiliki otak untuk memikirkan. Supaya terhindar dari mara bahaya. Supaya tak terjebak dalam kesalahan yang sama. ⁣ ⁣ Otak, anugerah yang diberikan Tuhan kepada manusia. Namun sebagai manusia, apakah kita telah menggunakan otak sebagaimana fungsinya? Apakah kita telah memaksimalkannya dalam kehidupan kita? Dalam al-qur'an, Allah bertanya "afala ta'qiluun, afala tatafakkarun" yang artinya apakah engkau tidak berpikir? Apakah engkau tidak menggunakan otakmu? Kalimat yang menjadi teguran untuk kita sebagai hamba Allah.⁣ ⁣ Afala ta'qiluun, afala tatafakkarun. Kalimat yang mempertanyakan apakah kita telah memanfaatkan anugerah otak yang telah diberikan Allah kepada kita? Jawabannya ada dalam diri kita masing-masing. Dalam kalimat itulah Allah menganjurkan supaya kita mampu menggunakan otak untuk berpikir. Supaya mampu berpikir setelah membaca, ataupun setelah melihat sesuatu. Supaya kelak kita mampu bertindak melalui proses berpikir sebelumnya. Sehingga terhindar dari perbuatan yang dilarang oleh Allah.⁣ “AFALA TA’QILUN DAN AFALA YATAZAKKARUN” BERULANGKALI DALAM QUR-ANULKARIM BUKANKAH INI MENUNJUKKAN BEGITU PENTINGNYA BAGI MANUSIA UNTUK BERPIKIR? BUKANKAH IBADAH BERPIKIR YANG TERTINGGI NILAINYA DISISI ALLAH? IBADAH LAINNYA AKAN SIRNA ANDAIKATA MANUSIA TIDAK MENGAWALINYA DENGAN IBADAH BERPIKIR KECUALI BAGI KAUM AWWAM hsndwsp Acheh - Sumatra di Ujung Dunia Bismillaahirrahmaanirrahiim وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُواْ أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاء وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لاَ تَعْلَمُونَ -٣٠- وَعَلَّمَ آدَمَ الأَسْمَاء كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلاَئِكَةِ فَقَالَ أَنبِئُونِي بِأَسْمَاء هَـؤُلاء إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ -٣١- قَالُواْ سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ لَنَا إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ -٣٢- "Dan ingatlah ketika Tuhan-mu Berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka Bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang akan mengadakan kerusakan dan pertumpahan darah di sana, sedangkan kami senantiasa bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia Berfirman, “Sesungguhnya, Aku Mengetahui apa yang tidak kamu ketahui” QS, 2 30 ......................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................... Allah menjadikan Wakilnya, Nabi Adam di Bumi untuk membimbing manusia dan jin ke jalanNya yang benar tetapi para Malaikat mengkhawatirkan nanti manusia akan melakukan kerusakan dan pertumpahan darah. Sepertinya para Malaikat menghendaki agar merekalah yang akan dijadikan sebagai Wakilnya dengan alasan mereka senantiasa bertasbih dan memujiNya. Disini terindikasi bahwa dengan alasan senantiasa bertasbih dan memujinya, tidak tepat untuk menjadi Wakil Tuhan. Setelah memberitahukan para Malaikat bahwa Dia mengetahui apa yang tidak diketahui para Malaikat, Allah menjelaskan alasanNya kepada yang bertanya baca para Malaikat. Hal ini menjadi titik awal yang harus dipikirkan Manusia dan Jin bahwa kita tidak boleh sekedar mengatakan “ya” atau “tidak” tanpa alasan yang membuktikan “ya” dan “tidak” tadi. Setelah membuktikan alasannya dengan mempersilakan Para Malaikat untuk bernegosiasi dengan Adam/Manusia. Setelah Adam mengalahkan para Malaikat, pelajaran yang harus kita petik adalah, para Malaikat sebagai pihak yang lemah argumennya saat bernegosiasi, langsung mengaku kesala hannya dan meminta maaf kepada Allah swt hingga Allah memerintahkan kepada semua Malaikat untuk sujud kepada Adam. Realitanya semua Malaikat menta’ati perintah Allah kecuali Malaikat yang bahan bakunya Api Iblis, secara takabbur menentang perintah Allah hingga Allah memfonis nya sebagai “Kafir”. Andaikata Allah swt menjadikan wakilNya dalam bentuk Malaikat dimana Manusia tidak mampu melihatnya bagaimana mungkin mengikutinya secara sempurna. Hal itu sama saja tanpa wakilNya Allah juga mampu membimbing manusia kejalan Nya yang lurus. Sebagai contoh, Allah pasti bisa menurunkan hujan tanpa Malaikat yang ditugaskan untuk urusan tersebut, tetapi kenapa Allah tidak langsung menurunkan hujan untuk kawasan yang dibutuhkannya? Realitanya Allah Membuat Matahari untuk memanaskan permukaan Laut. Air laut yang sudah panas membubung naik ke udara proses penguapan/destilasi. Lalu angin meniupnya ke kawasan gunung. Hujan lebat turun di gunung lalu membentuk sungai, lalu kembali menggapai laut. Yang ditugaskan Allah untuk urusan tersebut adalah Malaikat aparatNya tetapi diatur melalui proses destilasi alami agar Manusia tidak buntu saat berpikir proses penurunan hujan tersebut. Demikian jugalah Allah tidak membimbing manusia dan jin secara langsung tetapi melalui WakilNya, dimana yang pertama adalah Adam alaihissalam. Andai kata Manusia memiliki bahan baku sama dengan Malaikat sinar, barulah wakilNya diangkat dari Malaikat. Pertanyaan selanjutnya adalah System yang dikehendaki Allah dalam kehidupan manusia dalam bernegara, bermasyarakat dan berkeluarga. Dalam hal ini Allah berkata “Innaddiina indallahil Islam”. Bagi manusia yang mau berpikir secara benar pasti yakin bahwa Agama itu tidak akan terpelihara keasliannya tanpa System yang benar baca Negara Islam/Daulah Islamiyah/System Islam. Yang perlu kita garisbawahi adalah “Substantif” nya bukan sekedar nama. Pada saat Nabi Adam sudah beranak pinak sebagai suatu keluarga dan itu juga sebagai masyarakat, disebabkan hanya itulah masyarakat manusia yang pertama, hukum kawinpun berbeda dengan hukum kawin di zaman kita sekarang ini yang juga beragama Islam, bermasyarakat Islam dan bernegara Islam tetapi substantifnya saja, tidak difokuskan pada nama. Sa’at Nabi Yusuf membangun Masyarakat Islam dan negara Islam di Mesir juga substantivenya jelas sekali sebagai “Negara Islam” dimana beliau mampu merobah kehidupan yang penuh perbudakan menjadi kehidupan yang Islami. Demikian jugalah yang diaplikasikan Nabi terakhir, Muhammad saww juga tidak dipopulerkan de ngan nama Negara Islam tetapi Suibstantifnya jelas sekali itu adalah Negara Islam. Mungkin timbul be berapa pertanyaan, diantaranya apakah tidak perlu kita berikan Namanya sebagai Negara Islam /System Islam/Daulah Islamiyah di zaman kita sekarang ini macam Republik Islam Iran? Jawabannya adalah nama juga penting tetapi nama tanpa substantive adalah penipuan yang membuat kaum mustadhafin dan kaum yang masih awwam terjerat dalam perangkap penipuan tersebut tanpa disadari. Dizaman kita sekarang ini satu-satunya negara Islam hanyalah Republik Islam Iran. Bayangkan andaikata Republik Islam Iran tidak memberikan nama negara Islam itu, kepada fenomena mana para Pemikir Islam memberikan contohnya sa’at mereka berbicara Negara Islam? Bukankah sangat beralasan kalau pemikir melupakan fenomena negara Islam setelah ideology kaum sekuler menyusub dalam masyarakat Islam paska kewafatan Rasulullah hingga begitu pahit bagi kita saat berbicara suatu system yang Islami? Namun yang sangat penting kita garisbawahi adalah Substantifnya, disamping nama. Sebab nama tanpa Substantif adalah penipuan luarbiasa. Pernahkah anda mendengar keterangan seorang Propessor bahwa negara Islam itu harus diberikan namanya sebagai negara Khalifah, hingga beliau ragu saat melihat Republik Islam Iran dengan alasan negara tersebut tidak memberikan namanya sebagai Negara Khalifah? Beliau juga ragu disebabkan Republik Islam Iran termasuk aggota PBB, dimana beliau juga beralasan disebabkan PBB tidak perca ya kepada Tuhan yang Satu. Ketika beliau berbicara “Ilmu akhiriz Zaman”, beliau tidak dapat menunjukkan fenomena negara Islam yang beliau namakan Negara Khalifah, hanya beliau mampu menunjukkan fenomena Nasrani yang dekat hubungannya dengan kaum Muslimin baca al Maidah 82 yang diwakili oleh Rusia. Betapa pilunya kita kalau hanya mampu mengenal fenomena negara yang dekat dengan Negara Islam/System Islam tetapi fenomena Negara Islam/System Islam sendiri tidak kita kenal fenome nanya, padahal fenomena tersebut sangat jelas yaitu Republik Islam Iran. Mungkin keraguan beliau terhadap Syi’ah Imamiyah 12/Pengikut Ahlulbayt Rasulullah saw/Islam Mazhab Ja’fariah lah yang membuat beliau tidak mampu melihat fenomena negara Islam dewasa ini. Republik Islam Iran bersahabat baik dengan Rusia, Cina, Negara-negara Amerika Latin dan negara manapun yang berwawasan kemanusiaan serta toleran macam Indonesia dibawah kepemimpinan Jokowi dan Ahok Cina sekarang. Perlu digarisbawahi bahwa ada beberapa negara sekarang menamakan diri sebagai negara Islam tetapi substantifnya tidak Islami. Hal ini sama juga dengan orang Alim yang menggunakan surban/berpenampilan macam penampilan Ulama tetapi pikirannya tidak Islami, kan jauh lebih baik kita yang berpenampilan macam orang biasa tetapi pikiran kita Islami macam pikiran Ahlulbayt Rasulullah, minimal pikiran para Sahabat yang setia kepada Rasulullah baca Abu Dzar Ghifari, Al Miqdad dan Salman Al Farisi. Sebelum kita telusuri negara-negara yang sekedar nama saja macam “Nanggrou Acheh Darussalam” realitanya bukan negara tetapi Propinsi, “Brunai Darussalam”, “Arab Saudi yang hanya menggu nakan bendera bermotif Islam”, Negara Khalifah Islam made in Arab Saudi di Suriah+Irak ISIS yang takfiri dan teroris, marilah kita kunjungi Republik Islam Iran. Pada hakikatnya semua negara dibagi kepada 2 katagorie, Negara berkedaulatan Allah dan negara yang berkedaulatan Taghut. Yang terakhir negara Taghut dibagi kepada 2 katagorie juga yaitu System Taghut Despotic dan System Taghut non Despotic. Yang Despotic fasad secara Horizontal dan vertical sedangkan yang non Despotik hanya fasad secara vertical dimana secara Horizontal tidak fasad. Perlu digarisbawahi bahwa Allah swt memfokuskannya secara Horizontal dan system yang fasad secara horizontal, secara verticalpun otomatis ikut fasad. System Kedaulatan Allah di RII, kekuasaan tertinggi dikendalikan oleh seorang Ulama yang disebut “Imam” baca Ayatullah Ruhullah Imam Khomaini yang pertama, kemudian digantikan oleh Ayatullah Sayed Ali Khameney Rahbar. Dibawahnya adalah 12 Ulama Warasatul Ambya’. Lalu dilanjutkan oleh ParlemenLegislatif dan Presiden serta para menterinya, Eksekutif dan Yudikatif. Inilah yang disebut System Wilayatul Fakih, penemuan Imam Khomaini yang belum ada duanya di zaman kita sekarang. Setelah Parlemen membuat Undang-Undang, naskah tersebut diserahkan kepada 12 Ulama/Fakih untuk diteliti apakah bertentangan dengan Qur-an atau tidak. Andaikata bertentangan, dikembalikan untuk diperbaiki. Lalu kedua kali diserahkan kepada 12 Ulama/Fakih. Andaikata masih salah, Ulama/Fakih sendiri yang memperbaiki/mengoreksi, barulah ditandatangani setelah diperbaiki lalu diserahkan kepada Presiden untuk ditindaklanjuti/dilaksanakan sepenuhnya bersanma para Menterinya. Kebanyakan negara lainnya menggunakan system Teori John Locke, dimana ada yang Parlementer Kabinet dan ada juga yang Presidentil Kabinet. Yang Parlementer diatas sekali adalah Parlemen Legislatif, baru kemudian Presiden dan para Menterinya Eksekutif. Lalu diikuti oleh lembaga Yudikatif. Sedangkan yang Presidentil diatas sekali adalah Presiden Eksekutif, baru kemudia ParlemenLegislatif dan terakhir adalah Yudikatifnya. Dalam system yang menggunakan Teory John Locke lazimya yang Presidentil Kabinet, Presidennya menjadi Diktator sedangkan yang parlementer, lazimnya menjadi Diktator Mayority. Berbicara System Islam, mari kita berkaca pada Nabi Yusuf yang rupawan dan Islami. Ketika suatu komunitas/Negara dipimpin oleh orang-orang yang berwawasan kemanusiaan, kaum Muslimin tidak dibenarkan untuk berevolusi. Kecuali suatu negara sudah begitu menyelimet kezalimannya. Korupsi dan berbagai manipulasi sudah dianggap hal yang biasa macam Iran di zaman Syah Palevi, Irak di zaman Saddam, Libya di zaman Muammar Qardafi, Mesir din zaman Husni Mubarak dan Arab Saudi sejak dulu hingga kini dibenarkan berevolusi. Sayangnya saat terjadinya revolusi di Tunisia, Mesir, Libya dan Timur tengah pada umumnya, revolusi hanya berjalan ditempat. Banyak tokoh di RII sendiri kala itu meyakini bahwa itu revolusi Islam yang diinspirasi Revolusi Islam Iran. Saya berkali-kali menolaknya bahwa itu Revolusi Rakyat, bukan revolusi Islam. Alasan saya disana tidak ada pemimpin yang Islami macam para Ulama yang berevolusi di Iran. Akibatnya paska tergulingnya penguasa despotic, rakyat lagi-lagi masuk perangkap konspirasi jahat hingga negara-negara arogan dunia tetap memainkan perannya di negara-negara yang barusaja berevolusi. Sebenarnya andaikata ada pemimpin yang Islami, masih ada cara lainnya untuk merobah suatu ke hidupan yang despotic menjadi Islami. Fenomena ini dapat diamati saat Nabi Yusuf mengaplikasikan kehidupan bernegara secara Islami ditengah-tengah komunitas manusia dimana yang kaya mem perbudak yang miskin. Nabi Yusuf sendiri diawali oleh perbudakan dirinya oleh saudara-saudaranya sendiri dan bahkan beliau hampir saja dibunuh oleh Yahuda, prototype Qabil anaknya Nabi Adam as, andaikata tidak dicegah oleh Lavi saudara Nabi Yusuf yang agak baik dibandingkan saudara Yusuf se-ayah lainnya. Ketika Yusuf masih kecil lagi, saudaranya se ayah sudah mulai dengki kepadanya, namun Yusuf tidak pernah sakit hati terhadap mereka. Yang pertama melontarkan niat membunuh Yusuf pertama sekali adalah Yahuda, hingga Lavi memperingatkan bahwa ucapan Yahuda itu sangat berbahaya. Yang lainnya menanyakan pada Lavi, apa solusi lainnya kalau tidak menerima usulan Yahuda. Lavi men jawab bahwa pertama sekali singkirkan aklternatif membunuh, barulah kemudian kita cari solusi lainnya. Singkat kata akghirnya mereka membujuk Yusuf agar mau dibawa kepadang pengembalaan yang diawali dengan rayuannya bahwa sangat asik bermain dipadang pengembalaan dan juga akan diajarkan ilmu untuk mengembala kambing. Ketika Yusuf memintakan Ayahnya agar diizinkan bergi bermain di padang pengembalaan, Nabi Ya’qub terpaksa mengizinkannya walaupun sebelumnya beliau tidak percaya i’tikat baik 10 anak-anaknya yang lain itu. Singkat kisah, Yusuf dimasukkan kedalam Sumur yang asin airnya hingga dengan mu’jizat Yusuf menjadi tawar. Ketika satu kafilah kehausan binatang tunggangannya, mereka terpaksa mendekati sumur tersebut walaupun pernah mereka tau bahwa airnya asin. Ketika Yusuf bergantung pada timba mereka dan terangkat keluar sumur, saudara-øsaudaranya datang dan memberitahukan kafilah bahwa Yusuf itu budak mereka. Setelah terjadi pertengkaran, akhirnya mereka bersedia menjual Yusuf dengan perjanjian mereka akan membawa Yusuf jauh dari Kan’an supaya tidak dapat kembali lagi dan Yusufpun memilih diperbudak untuk menghindarkan diri dari pembunuhan oleh saudaranya sendiri sesuai petunjuk Allah yang disampaikan Malaikat saat Yusuf berada dalam sumur. Film Nabi Yusuf episode 5 subtitle Indonesia Di pasar perbudakan Yusuf dibeli oleh Suami Zulaikha hingga beliau dibesarkan di Istana Zulaikha. Untuk lebih jelas fenomena Negara Islam dibawah pimpinan Nabi Yusuf di Mesir duklu, amatilah kesemua video tersebut sampai video terakhir, nomor 34. "Sorry, belum selesai dan belum di edit!" Hidup adalah tantangan. Dalam begitu banyak kesempatan Tuhan menantang manusia. “akankah mereka bisa berfikir jernih” –afala tatafakkarûn-. “bisakah mereka berhati dingin” –afala tatadabbarûn-. “dapatkah mereka memakai logika yang tepat”, –afala ta’qilûn-. Kata-kata di atas adalah penggalan firman Tuhan dalam kitab suci al-Qur’an. Biasanya kata-kata itu dijadikan pungkasan dari sebuah ayat. Setelah membahas satu tema, di akhir tema itulah penggalan kata itu diselipkan. Biasanya tema-tema yang diangkat adalah tema-tema sehari-hari. Tapi, tema-tema tersebut memilki tingkat kesulitan yang lumayan. Anasir lain yang juga unik adalah kata ummatan wahidatan. Artinya ummat yang satu atau satu kesatuan ummat. Dalam beberapa konteksnya kata itu biasanya dibarengi dengan kata ikhtalafa berbeda atau yang semakna. Maksudnya buat apa manusia geger dan rebut-ribut terus, wong kita satu atap, satu ummat dan satu bapak. Bahkan dalam pernyataan yang klimaks disebutkan bisa saja Tuhan menjadikan manusia “satu warna”, tapi jika itu terwujud, toh mereka juga masih saja akan ribut-ribut”. Itu pernyataan Tuhan. Bukan manusia. Artinya itu perkataan yang jujur 100%. Itu realita. Itu adalah watak. Itu adalah fitrah. Dan itu adalah karakter asli manusia. Mereka dicipta dalam keluarga yang satu tapi dengan karakter yang berbeda. Bukan berarti manusia dicipta untuk berbeda. Tetapi mereka dicipta berbeda-beda dari asal yang satu. Itulah tantangan Tuhan. Itu adalah pengakuan Sang Pencipta manusia. Dalam sebuah petuah nabi disebutkan “siapa yang tahu dirinya maka ia akan tahu Tuhannya”. Artinya manusia dianjurkan tahu karakter dirinya. Anatomi tubuhnya. Psikisnya. Tabiatnya. Dan dasar dirinya. Bahwa manusia itu dicipta dari tanah. Dari setetes air, dari segumpal darah, sekepal daging. Artinya, manusia dicipta dari cara dan bahan yang sama. Disisi yang lain manusia juga dicipta dengan watak yang sama yaitu berbeda yang bukan hanya pada bentuk fisiknya saja tapi juga pada pemikirannya. Bahwa manusia itu berbenika. Perbedaan adalah barang suci yang turun dari langit. Ia termanifes pada diri manusia. Makhluk terbaik dalam jagad. Konon beberapa saat menjelang dititahkannya manusia ke bumi, para malaikat protes. Bukankah manusia suka saling bunuh, kata malaikat. Saling tumpas. Dan saling rebut. Saling paksa. Dan saling memperkosa satu sama lain.? Sedang kami –kata malaikat- adalah lunak dan patuh. Bertasbih. Memuji dan memuja-Mu. Namun, Tuhan hanya membalasnya dengan sepenggal kalimat “Aku lebih tahu tantang apa-apa yang kalian tahu”. Malaikat pun tak kuasa berucap lagi. Rupanya malaikat telah paham akan konstruks manusia. Yang menurut mereka biang pertumpahan darah di bumi. Mereka egois. Mereka suka menjajah. Bagi malaikat, manusia bisa merusak tatanan bumi dengan watak imperialisnya. Manusia yang satu harus tunduk pada manusia yang lain. Baik tingkahnya, pemikirannya dan keyakinannya. Dan untuk itu darah pasti mengucur. Tapi setelah proses allama’ atau mengalimkan manusia, malaikatpun percaya akan masa depan manusia di bumi. Bahwa disamping sifat-sifat loba tadi, manusia memiliki kekuatan intelektual yang luar biasa. Betapa tidak, Tuhan telah bersabda wa allama Adama al-asma’a kullaha. Di sana ada kata kullaha yang menjadi taukid atau penguat. Bahwa manusia adalah makhluk dengan kecerdasan yang luar biasa. Itu adalah cerita yang sangat dulu. Saat manusia masih dua batang kara Adam dan Hawa. Artinya, dulu manusia adalah penghuni langit. Dan saat diturunkan ke bumi ia pun dibekali benda-benda langit ilmu, sifat-sifat dasar, wataknya yang berbeda dan lain lain. Tetapi, belum lama setinggalnya manusia di bumi. Setelah Adam dan Hawa bertemu. Setelah lahir Qobil dan Habil, bangsa manusia pun harus tunduk malu pada bangsa malaikat. Dugaan malaikat pun benar. Itulah pertumpahan darah pertama di bumi. Ternyata manusia pun gagal memanfaatkan benda-benda langit yang ada pada dirinya. Manusia tergiur oleh benda-benda bumi. Dimana ilmu yang telah disematkan pada manusia itu? Itulah problemnya. Di bumi, manusia bertemu dengan benda-benda bumi yang sekedar laibun’ wa lahwun’ permainan dan guyonan. Namun, benda-benda bumi itupun akhirnya diperebutkan dan diperjuangkan. Yang karena itulah benda-benda langit terlupakan. Manusia lupa bahwa ia adalah pintar. Ia lupa dengan dirinya sendiri. Pada tahapan selanjutnya, benda-benda bumi yang lain pun lahir. Dalam bahasa manusia ia biasa disebut dengan idiologi sebuah kata yang menunjuk pada sesuatu yang diyakini dan dianut. Ada pula politik sebuah nama yang biasa digunakan pada ranah kekuasaan. Ada juga ekonomi sebuah pesan yang menunjuk pada harta dan property. Dan masih banyak benda-benda bumi yang lain. Benda-benda inilah yang kemudian memberangus identitas manusia. Tetapi bisa jadi itu adalah alat untuk meneguhkan jati dirinya. Bahwa ialah yang patut diturut. Bahwa ialah yang layak berkuasa. Bahwa dia pula yang layak untuk mendapat harta. Maka, benar apa kata Tuhan. Bahwa dari sekian tantangan yang diberikan pada manusia hanya sebagian kecil yang bisa melewatinya. “tetapi, kebanyakan manusia tidak bisa berfikir sehat” –wa la kinna aktsarannasi la ya’qilun”. Itu kata Pencipta Manusia. Tafakkur is an important component that must be possessed by every believer, because tafakkur is a reflection of a believer. I can see all the benefits and bad things through it. Thus explained Al-Hasan. With tafakkur, the believer will know the nature and secrets of creating his creations or stories that occur around him. So, in this process, you will also need to know about what is contained in it, as well as the environment. From several suggestions for good recitation from the Qur&39;an and Hadith that can prove that tafakkur is a very important thing. This is what makes the wisdom expert and the Sufis discuss about taking only to recite about Allah&39;s creation. They understand that by meditating they will find peace, find pleasure and ugliness and know the secret behind the creation of Allah&39;s creation.

afala tatafakkarun tulisan arab